![]() |
| ramadhan full berkah |
Ramadhan adalah ” الشهر كله “,
bulan segala kebaikan: bulan ampunan, bulan tarbiyah (pembinaan), bulan
dzikir dan doa, bulan Al-Qur’an, bulan kesabaran, bulan dakwah dan
jihad. Masih banyak lagi makna-makna lain bulan Ramadhan yang memberikan
tambahan kebaikan dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan dunia dan
akhirat kaum beriman.
Seluruh kebaikan dan keutamaan itu, dalam bahasa Rasulullah, diistilahkan dengan ‘syahrun mubarak‘. Ini seperti yang tersebut dalam sebuah haditsnya, “Akan datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan mubarak.
Allah mewajibkan di dalamnya berpuasa. Pada bulan itu dibukakan untuk
kalian pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan
dibelenggu, serta pada salah satu malamnya terdapat malam yang lebih
baik daripada seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Barangsiapa yang
terhalang untuk mendapatkan kebaikan di bulan itu, maka ia telah
terhalang selamanya.” (Ahmad dan Nasa’i)
Mubarak
dalam konteks Ramadhan artinya ‘ziyadatul khairat‘, bertambahnya pahala
yang dijanjikan oleh Allah bagi para pemburu kebaikan dan semakin
sempitnya ruang dan peluang dosa dan kemaksiatan di sepanjang bulan
tersebut. Sungguh satu kesempatan yang tiada duanya dalam setahun
perjalanan kehidupan manusia.
Ayat di
atas yang mengawali pembicaraan tentang puasa Ramadhan jika dicermati
secara redaksional mengisyaratkan beberapa hal, di antaranya:
pertama,
hanya ayat puasa yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang
beriman’. Sungguh bukti kedekatan dan sentuhan Allah terhadap hambaNya
yang beriman dengan mewajibkan mereka berpuasa, tentu tidak lain adalah
untuk meningkatkan derajat mereka menuju pribadi yang bertakwa
‘La’allakum tattaqun‘.
Ibnu Mas’ud ra
merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali
dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’, “Jika kalian mendengar
atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘hai orang-orang
yang beriman‘, maka perhatikanlah dengan seksama; karena setelah seruan
itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau
sebuah keburukan yang Allah larang.” Keduanya, perintah dan larangan,
diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Memang hanya
orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.
Kedua,
bentuk perintah puasa dalam ayat di atas merupakan bentuk perintah
tidak langsung dengan redaksi yang pasif: ‘telah diwajibkan atas kalian
berpuasa‘. Berbeda dengan perintah ibadah yang lainnya yang menggunakan
perintah langsung, misalnya shalat dan zakat: ‘Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat‘. Demikian juga haji: ‘Dan sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah‘.
Redaksi sedemikian ini memang untuk menguji sensitifitas orang-orang
yang beriman bahwa bentuk perintah apapun dan dengan redaksi
bagaimanapun pada prinsipnya merupakan sebuah perintah yang harus
dijalankan dengan penuh rasa ‘iman‘ tanpa ada bantahan sedikitpun,
kecuali pada tataran teknis aplikasinya.
Ketiga,
motivasi utama dalam menjalankan perintah beribadah dari Allah
sesungguhnya adalah atas dasar iman -lihat yang kalimat ‘Hai orang-orang
yang beriman‘– bukan karena besar dan banyaknya pahala yang disediakan.
Sebab, pahala itu rahasia dan hak prerogatif Allah yang tentunya sesuai
dengan tingkat kesukaran dan kepayahan ibadah tersebut. Rasulullah saw.
bersabda, “Pahala itu ditentukan oleh tingkat kesukaran dan kepayahan
seseorang menjalankan ibadah tersebut.”
Dalam
konteks ini, hadits yang seharusnya memotivasi orang yang beriman dalam
berpuasa yang paling tinggi adalah karena balasan ampunan ‘maghfirah‘
yang disediakan oleh Allah swt. Bukan balasan yang sifatnya rinci
seperti yang terjadi pada hadits-hadits lemah atau palsu seputar puasa,
karena tidak ada yang lebih tinggi dari ampunan Allah baik dalam konteks
shiyam (puasa) maupun qiyam (shalat malam) di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda tentang shiyam,
“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharapkan
ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu”. (Muttafaqun Alaih). Dengan redaksi yang sama, Rasulullah
bersabda juga tentang qiyam di bulan Ramadhan, “Barangsiapa yang shalat
malam (qiyam) di bulan Ramadhan karena iman dan semata mengharapkan
ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu.” (Muttafaqun Alaih). Demikian juga doa yang paling banyak
dibaca oleh Rasulullah di bulan puasa adalah “Ya Allah, sesungguhnya
Engkau Maha Pemaaf dan mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” Ampunan
Allahlah yang menjadi kunci dan syarat utama seseorang dimasukkan ke
dalam surga.
Yang juga menarik untuk ditadabburi adalah ibadah puasa merupakan ibadah kolektif para umat terdahulu sebelum Islam; ‘sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian‘.
Hal ini menunjukkan bahwa secara historis, puasa merupakan sarana
peningkatan kualitas iman seseorang di hadapan Allah yang telah
berlangsung sekian lama dalam seluruh ajaran agama samawi-Nya. Puasalah
yang telah mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan sisi kebaikan
umat terdahulu yang kemudian dikekalkan syariat ini bagi umat akhir
zaman. Prof. Mutawalli Sya’rawi menyimpulkan bahwa syariat puasa telah
lama menjadi ‘rukun ta’abbudi‘ pondasi penghambaan kepada Allah dan
merupakan instrumen utama dalam pembinaan umat terdahulu. Dalam bahasa
Rasulullah saw. seperti termaktub dalam haditsnya, “Puasa adalah
benteng. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa pada hari
tersebut, maka janganlah ia berkata kotor atau berbuat jahat. Jika ada
seseorang yang mencaci atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia
mengatakan (dengan sadar): ‘Aku sedang berpuasa’.” (Bukhari Muslim)
Ungkapan
‘agar kalian menjadi orang yang bertakwa‘ pada petikan terakhir ayat
pertama dari ayat puasa merupakan harapan sekaligus jaminan Allah bagi
‘orang-orang yang beriman‘ dalam seluruh aspek dan dimensinya secara
totalitas. Sebab, mereka akan beralih meningkat menuju level berikutnya,
yaitu pribadi yang muttaqin yang tiada balasan lain bagi mereka
melainkan surga Allah tanpa ‘syarat‘ karena mereka telah berhasil
melalui ujian-ujian perintah dan larangan ketika mereka berada pada
level mukmin. Allah swt. berfirman tentang orang-orang yang bertakwa,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam surga dan
kenikmatan.” (Ath-Thur: 17). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa
akan berada di taman-taman surga dan di mata air-mata air.”
(Adz-Dzariyat: 15). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada
di tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air.”
(Ad-Dukhan: 51-52)
Itulah hakikat kewajiban puasa yang tersebut pada ayat pertama dari ayatush shiyam:
perintah puasa adalah ditujukan untuk orang yang beriman. Berpuasa
hanya akan mampu dijalankan dengan baik dan benar oleh orang-orang yang
benar-benar beriman. Motivasi menjalankan amaliah Ramadhan juga karena
iman. Orang-orang beriman yang sukses akan diangkat oleh Allah menuju
derajat yang paling tinggi di hadapan-Nya, yaitu muttaqin. Semoga kita termasuk yang akan mendapatkan predikat muttaqin setelah sukses menjalankan ibadah Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisaban.







0 komentar:
Posting Komentar