Berikut kultwit yang menggugah tentang menulis dari Salim A Fillah. Selamat menikmati…
1.
Menulis adalah mengikat jejak pemahaman. Akal kita sebagai kurniaNya,
begitu agung dayanya menampung sedemikian banyak data-data. #Write
2.
Tapi kita kadang kesulitan memanggil apa yang telah tersimpan lama;
ilmu dahulu itu berkeliaran & bersembunyi di jalur rumit otak.
#Write
3. Maka menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka
khazanah akal; sekata tuk sealinea, sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk
sekitab. #Write
4. Demikianlah kita fahami kalimat indah Asy
Syafi’i; ilmu adalah binatang buruan, & pena yang menuliskan adalah
tali pengikatnya. #Write
5. Menulis juga jalan merekam jejak
pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah ilmu & dikaruniai
pengertian; adakah kemajuan? #Write
6. Itu bisa kita tahu jika
kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat perkembangannya
hari demi hari, bulan demi bulan. #Write
7. Jika tulisan kita 3
bulan lalu telah bisa kita tertawai; maka terbaca adanya kemajuan. Jika
masih terkagum juga; itu menyedihkan. #Write
8.
Lebih lanjut; menulis adalah mengujikan pemahaman kepada khalayak; yang
dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan & penilaian. #Write
9.
Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar &
sarasehan; tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan. #Write
10.
Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang meluruskan
kebengkokan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan. #Write
11.
Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas tambahan
pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian tajam. #Write
12.
Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas
waktu & ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak. #Write
13.
Adagium Latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta Manent. Yang
terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi. #Write
14.
Tapi bagi kita, makna keabadian karya bukan hanya soal masyhurnya nama;
ia tentang pewarisan nilai; kemaslahatan atau kerusakan. #Write
15.
Andaikan benar bahwa Il Principe yang dipersembahkan Niccolo
Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran…
#Write
16. ..seperti terisyu tentang Napoleon, Hitler, &
Stalin; akankah dia bertanggungjawab atas berbagai kezhaliman nan
terilham bukunya? #Write
17. Sebab bukan hanya pahala yang
bersifat ‘jariyah’; melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi
penulis adalah pertaruhan. #Write
18. Mungkin tak separah Il
Principe; tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang
menjadi keburukan berrantai-rantai. #Write
19. Dan bahagialah
bakda pengingat; huruf bisa menjelma dzarrah kebajikan; percikan
ilhamnya tak putus mencahaya sampai kiamat tiba. #Write
20. Lalu
terkejutlah para penulis kebenaran, kelak ketika catatan amal
diserahkan, “Ya Rabbi, bagaimana bisa pahalaku sebanyak ini?” #Write
21.
Moga kelak dijawabNya, “Ya, amalmu sedikit, dosamu berbukit; tapi
inilah pahala tak putus dari ilham kebajikan nan kau tebarkan.” #Write
22.
Tulisan sahih & mushlih; jadi jaring yang melintas segala batas;
menjerat pahala orang terilham tanpa mengurangi si bersangkutan. #Write
23.
Menulis juga bagian dari tugas iman; sebab makhluq pertama ialah pena,
ilmu pertama ialah bahasa, & ayat pertama berbunyi “Baca!” #Write
24.
Tersebut di HR Ahmad & ditegaskan Ibn Taimiyah dalam Fatawa,
“Makhluq pertama yang diciptaNya ialah pena, lalu Dia berfirman… #Write
25.
..”Tulislah!” Tanya Pena; “Apa yang kutulis, Rabbi?” Kata Allah; “Tulis
segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluqKu.” #Write
26.
Adapun ilmu yang diajarkan pada Adam & membuatnya unggul atas
malaikat nan lalu bersujud adalah bahasa; kosa kata. (QS 2: 31) #Write
27. Dan “Baca!”; wahyu pertama. Bangsa Arab nan mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis-baca
28.
..menulis -kata mereka- ialah alat bantu bagi yang hafalannya di bawah
rata-rata>, tiba-tiba meloncat ke ufuk, jadi guru semesta. #Write
29.
Muhammad hadir bukan dengan mu’jizat yang membelalakkan; dia datang
dengan kata-kata yang menukik-menghunjam, disebut ‘Bacaan’. #Write
30.
Maka Islam menjelma peradaban Ilmiah, dengan pena sebagai pilarnya;
wawasan tertebar mengantar kemaslahatan ke seantero bumi. #Write
31.
Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita;
sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia & mengubah dunia. #Write
32.
Bagaimana sebuah tulisan bisa mengilhami; tak tersia, tak jadi tragika,
& tak menjatuhkan penulisnya dalam gelimang kemalangan? #Write
33.
Saya mencermati setidaknya ada 3 kekuatan yang harus dimiliki seorang
penulis menggugah; Daya Ketuk, Daya Isi, & Daya Memahamkan. #Write
34.
Daya Ketuk ini paling berat dibahas; yang mericau ini pun masih jauh
& terus belajar. Ia masalah hati; terkait niat & keikhlasan.
#Write
35. Pertama, marilah jawab ini: 1) Mengapa saya harus
menulis? 2) Mengapa ia harus ditulis? 3) Mengapa harus saya yang
menuliskannya? #Write
36. Seberapa kuat makna jawaban kita atas
ke-3 tanya ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati aneka
tantangan menulis. #Write
37. Alasan kuat tentang diri, tema,
& akibat dunia-akhirat jika tak ditulis; akan menggairahkan,
menggerakkan, membakar, menekunkan. #Write
38. Keterlibatan hati
& jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati
pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan. #Write
39. Tetapi;
tak cukup hanya hati bergairah & semangat menyala saja jika yang
kita kehendaki adalah keinsyafan suci di hati pembaca. #Write
40.
Menulis memerlukan kata yang agung & berat itu; IKHLAS. Kemurnian.
Harap & takut hanya padaNya. Cinta kebenaran di atas segala. #Write
41.
Allah gambarkan keikhlasan sejati bagai susu; terancam kotoran &
darah, tapi terupayakan; murni, bergizi, memberi tenaga suci… #Write
42.
…dan mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh
peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat & bertaqwa (QS 16:
66). #Write
43. Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah
& tak mudah, ada goda kotoran & darah, kekayaan &
kemasyhuran, riya’ & sum’ah. #Write
44. Jika ia berhasil
dilampaui; jadilah tulisan, ucapan & perbuatan sang penulis bergizi,
memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci. #Write
45.
Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur
kotoran & darah, racun & limbah; lalu disajikan pada pembaca.
#Write
46. Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat di hati, ampuni
bocornya syahwat itu & ini, di tiap kali kami gerakkan jemari
menulis & berbagi. #Write
47. Sebab susu tak murni, tulisan
tak ikhlas, memungkinkan 2 hal: a) pembaca muak, mual, & muntah
bahkan saat baru mengamati awalnya. #Write
48. Atau lebih parah:
b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di
tubuhnya justru penyakit-penyakit berbahaya. #Write
49. Menulis
berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati
pembaca pohon ketaqwaan. Itulah daya ketuk sejati. #Write
50.
Daya sentuh, daya ketuk, daya sapa di hati pembaca; bukan didapat dari
wudhu’ & shalat yang dilakukan semata niat menoreh kata.. #Write
51.
…Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Maha Perkasa,
semuanya, bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa.. #Write
52.
…lalu menulis itu sekedar 1 dari berbagai pancaran cahaya yang kemilau
dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan nan mengemuka. #Write
54.
Setelah Daya Ketuk, penulis harus ber-Daya Isi. Mengetuk tanpa mengisi
membuat pembaca ternganga, tapi lalu bingung berbuat apa. #Write
55.
Daya Ketuk membuat pembaca terinsyaf & tergugah; tapi jika isi yang
kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru. #Write
56.
Daya Isi adalah soal ilmu. Mahfuzhat Arab itu sungguh benar; “Fakidusy
Syai’, Laa Yu’thi: yang tak punya, takkan bisa memberi.” #Write
57.
Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu & berbagi; membaca
ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti. #Write
58.
Ia menyimak apa yang difirmankan Tuhannya, mencermati yang memancar
dari hidup RasulNya; & membawakan makna ke alam tinggalnya. #Write
59.
Dia fahami ilmu tanpa mendikotomi; tapi tetap tahu di mana menempatkan
yang mutlak terhadap yang nisbi; mencerahkan akal & hati. #Write
60.
Penulis sejati memiliki rujukan yang kuat, tetapi bukan tukang kutip.
Segala yang disajikan telah melalui proses internalisasi. #Write
61.
Penulis sejati kokoh berdalil bukan hanya atas yang tampak pada teks;
tapi disertai kefahaman latar belakang & kedalaman tafsir. #Write
62.
Dengan proses internalisasi; semua data & telaah yang disajikan
jadi matang & lezat dikunyah; pembacanya mengasup ramuan bergizi.
#Write
63. Sebab konon ‘tak ada yang baru di bawah matahari’;
tugas penulis sebenarnya memang cuma meramu hal-hal lama agar segar
kembali. #Write
64. Atau mengungkap hal-hal yang sudah ada, tapi
belum luas dikenali. Diperlukan ketekunan untuk melihat 1 masalah dari
banyak sisi. #Write
65. Atau mengingatkan kembali hal-hal yang
sesungguhnya telah luas difahami; agar jiwa-jiwa yang baik tergerak kuat
untuk bertindak. #Write
66. Maka dia suka menghubungkan titik
temu aneka ilmu dengan pemaknaan segar & baru, dengan tetap
berpegang kaidah sahih & tertentu. #Write
67. Dia hubungkan
makna nan kaya; fikih & tarikh; dalil & kisah; teks &
konteks; fakta & sastra; penelitian ilmiah & sisi insaniyah.
#Write
68. Dia menularkan jalan ilmu untuk tak henti menggali;
tulisannya tak membuat orang mengangguk berdiam diri; tapi kian haus
mencari. #Write
69. Ia bawakan pemaknaan penuh warna; beda bagi
masing2 pembaca; beda bagi pembaca sama di saat lainnya. Membaru,
mengilhami selalu. #Write
70. Maka karyanya melahirkan karya;
syarah & penjelasan, catatan tepi & catatan kaki, juga sisi lain
pembahasan, & bahkan bantahan. #Write
71. Seorang penulis
menggugah memulai Daya Memahamkan-nya dengan 1 pengakuan jujur; dia
bukanlah yang terpandai di antara manusia. #Write
72. Sang
penulis sejati juga memahami; banyak di antara pembacanya yang jauh
lebih berilmu & berwawasan dibandingkan dirinya sendiri. #Write
73.
Maka dalam hati, dia mencegah munculnya rasa lebih dibanding pembaca:
“Aku tahu. Kamu tidak tahu. Maka bacalah agar kuberitahu.” #Write
74.
Setiap tulisan & buku yang disusun dengan sikap jiwa penulis “Aku
tahu! Kamu tak tahu!” pasti berat & membuat penat saat dibaca.
#Write
75. Kadang senioritas atau lebih tingginya jenjang
pendidikan tak tersengaja lahirkan sikap jiwa itu. Sang penulis merasa
lebih tahu. #Write
76. Sikap jiwa kepenulisan harus diubah; dari
“Aku tahu! Kamu tak tahu!” menjadi suatu rasa nan lebih adil, haus ilmu,
& rendah hati. #Write
77. Penulis sejati ukirkan semboyan,
“Hanya sedikit ini yang kutahu, kutulis ia untukmu, maka berbagilah
denganku apa yang kau tahu.” #Write
78. Penulis sejati sama
sekali tak berniat mengajari. Dia cuma berbagi; menunjukkan kebodohannya
pada pembaca agar mereka mengoreksi. #Write
79. Penulis sejati
berhasrat tuk diluruskan kebengkokannya, ditunjukkan kelirunya,
diluaskan pemahamannya, dilengkapi kekurangannya. #Write
80.
Penulis sejati jadikan dirinya seakan murid yang mengajukan hasil
karangan pada guru; berribu pembaca menjelma guru berjuta ilmu. #Write
81.
Inilah yang jadikan tulisan akrab & lezat disantap; pertama-tama
sebab penulisnya adil menilai pembaca, haus ilmu, & rendah hati.
#Write
82. Pada sikap sebaliknya, kita akan menemukan tulisan
yang berribu kali membuat berkerut dahi, tapi pembacanya tak kunjung
memahami. #Write
83. Lebih parahnya; keinginan untuk tampil lebih
pandai & tampak berilmu di mata pembaca sering membuat akal macet
& jemari terhenti. #Write
84. Jika lolos tertulis; ianya jadi
kegenitan intelektual; inginnya dianggap cerdas dengan banyak istilah
yang justru membuat mual. #Write
85. Kesantunan Allah jadi
pelajaran buat kita. RasulNya menegaskan surga itu tak terbayangkan.
Tapi dalam firmanNya, Dia menjelaskan. #Write
86. Dia gambarkan
surga dalam paparan yang mudah dicerna akal manusia; taman hijau, sungai
mengalir, naungan rindang, buahan dekat.. #Write
87. ..duduk
bertelekan di atas dipan, dipakaikan sutra halus & tebal, pelayan
hilir mudik siap sedia, bidadari cantik bermata jeli.. #Write
88.
Allah Maha Tahu, tak bersombong dengan ilmu; Dia kenalkan diriNya bukan
sebagai Ilah awal-awal, melainkan Rabb nan lebih dikenal. #Write
89.
Penulis sejati hayati pesan Nabi; bicaralah pada kaum sesuai kadar
pemahamannya, bicaralah dengan bahasa yang dimengerti mereka. #Write
90.
Penulis sejati mengerti; dalam keterbatasan ilmu nan dimiliki, tugasnya
menyederhanakan yang pelik, bukan merumitkan yang sahaja. #Write
91.
Itupun tidak dalam rangka mengajari; tapi berbagi. Dia haus tuk menjala
umpan balik dari pembaca; kritik, koreksi, & tambah data. #Write
92.
Penulis sejati juga tahu; yang paling berhak mengamalkan isi
anggitannya adalah dirinya sendiri. Daya Memahamkan berhulu di sini.
#Write
93. Sebab seringkali kegagalan penulis memahamkan pembaca
disebabkan diapun tak memahami apa yang ditulisnya itu dalam amal nyata.
#Write
94. Begitulah Daya Memahamkan; dimulai dengan sikap jiwa
yang adil, haus ilmu, & rendah hati terhadap pembaca kita, lalu
dikuatkan.. #Write
95. ..dengan tekad bulat tuk menjadi orang
pertama nan mengamalkan tulisan, & berbagi pada pembaca dengan
hangat, akrab, penuh cinta. #Write
96. Kali ini, tercukup sekian
ya Shalih(in+at) bincang #Write. Maafkan tak melangkah ke hal teknis,
sebab banyak nan lebih ahli tentangnya:)
97. Kita lalu tahu;
menulis bukanlah profesi tunggal & mandiri. Ia lekat pada kesejatian
hidup sang mukmin; tebar cahaya pada dunia. #Write
98. Maka
menulis hanya salah satu konsekuensi sekaligus sarana bagi si mukmin tuk
menguatkan iman, ‘amal shalih, & saling menasehati. #Write
99.
Jika ada ‘amal lain yang lebih kuat dampaknya dalam ketiga perkara itu;
maka kita tak boleh ragu: tinggalkan menulis menujunya:) #Write
Senin, 21 Oktober 2013
Kulwit "MENULIS" Salim A Fillah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)






0 komentar:
Posting Komentar